Selasa, 07 Februari 2017



Siapakah Sebenarnya Atung Bungsu?



Fiksi atau Nyata?
PAGARALAM ONLINE—Nama Atung Bungsu cukup populer di Kota Pagaralam. Bahkan figur yang konon disebut-sebut nenek moyang leluhur masyarakat suku Besemah (suku asli masyarakat Kota Pagaralam dan sekitarnya) telah diabadikan menjadi nama Lapangan terbang atau bandar udara (bandara) di Kota Pagaralam dengan nama Bandara Atung Bungsu.
Umumnya di dunia dan Indonesia, nama sebuah bandara adalah sangat istimewa dan diperuntukkan khus bagi figur-figur tertentu yang ketokohannya diakui. Sebut saja Bandara Soekarno- Hatta di Banten, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang dan Bandara Sultan Hasanuddin di Makasar. Sementara di dunia ada Bandara King Abdul Aziz di Di Arab Saudi ada, dan bandara -Charles de Gaulle di Paris dan
Namun faktanya, mayoritas kalangan generasi muda (banyak juga genarasi tua) di Pagaralam yang tidak mengenal lebih jauh siapa sebenarnya sosok Atung Bungsu tersebut. Meskipun banyak masyarakat yang meyakini bahwa Atung Bungsu adalah tokoh nyata yang erat kaitannya dengan sejarah lahirnya suku dan tanah Besemah, tetapi tidak sedikit yang beranggapan bahwa Atung Bungsu adalah tokoh fiksi lantaran minimnya fakta sejarah yang menguatkan hal tersebut. Alasan lain informasi ilmiah, berupa penelitian sejarah tentang Atung Bungsu juga sangat minim.
“Terus terang saya tidak tahu persis siapa Atung Bungsu. Hanya tahu dari cerita-cerita sekilas bahwa Atung Bungsu adalah nenek moyang suku Besemah. Tapi bagaimana sejarahnya saya tidak tahu,’’ ungkap Eddy (50), seorang PNS di Pagaralam.
Eddy mengungkapkan, dirinya sulit mendapatkan informasi dan fakta sejarah tentang Atung Bungsu , lantaran minimnya literatur yang menulis tentang sosok tersebut. “Terus terang literatur tentang Atung Bungsu sangat minim. Kalaupun ada informasi lebih banyak dari cerita mulut ke mulut ,’’ terang lelaki yang lama bekerja sebagai pustakawan ini.
Hal senada dikatakan Ryan, 44, warga Kampung Melati, Kecamatan Pagaralam Selatan. Menurutnya, cerita tentang sosok Atung Bungsu ini melegenda. Sehingga wajar bila masyarakat Pagaralam, khususnya generasi muda tidak mengenal sosok Atung Bungsu.
“Memang butuh penelitian sejarah lagi untuk mengungkap siapa sebenarnya sosok Atung Bungsu ini,’’ ujar pria yang cukup berminat di bidang sejarah ini,
Seperti dilansir Sayangi.Com, Seorang Budayawan Besemah, Bastari Suan menjelaskan, Sukubangsa Besemah atau menurut istilah lokal Besemah Libagh atau Besemah Sekali Nuduh adalah satu kawasan kebudayaan yang berpusat sekitar gunung Dempo (kota Pagaralam) serta menyebar meliputi beberapa suku di Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung dan Jambi. Suku ini terkenal sebagai suku pemberani dan penjelajah.
Istilah Besemah sering juga disebut dengan Pasemah. Sebenarnya, istilah ini tidak tepat, Pasemah (Pasumah, Passumah), kata Bastari, adalah istilah yang digunakan oleh orang kolonial seperti Inggeris dan Belanda.
“Mungkin karena lidah mereka tidak bisa menyebut kata Besemah,” kata Bastari yang pandai menyenandungkan guritan dan tadut, sastra tutur (semacam puisi dan prosa lirys) dari Besemah.
Besemah, lanjut Bastari, terdiri dari kata “be” dan “semah”. Be berati ada, sedangkan “semah” adalah nama ikan yang hidup di sungai di sekitar gunung Dempo dan Hulu Sungai Musi. Jadi, Besemah adalah sungai yang ada ikan semahnya.
Istilah Besemah sendiri, lanjut Bastari, diberikan oleh seorang puyang (leluhur) yang bernama Atung Bungsu. Suatu ketika masa lampau, puyang Atung Bungsu menemukan ikan semah di sungai Lematang, dan kemudian menamakan kawasan tersebut dengan Besemah.
Menurut legenda, seorang puyang bernama Atung Bungsu adalah salah satu dari 7 orang anak ratu (= raja) Majapahit, yang melakukan perjalanan menelusuri sungai Lematang, akhirnya memilih tempat bermukim di dusun Benuakeling. Atung Bungsu menikah dengan putri Ratu Benuakeling, bernama Senantan Buih (Kenantan Buih). Melalui keturunannya Bujang Jawe (Puyang Diwate), puyang Mandulike, puyang Sake Semenung, puyang Sake Sepadi, puyang Sake Seghatus, dan puyang Sake Seketi yang menjadikan penduduk Jagat Besemah.
Keturunan inilah yang disebut Suku Bangsa Besemah, yang terdiri dari suku-suku dengan bahasa melayu berdialek “e” seperti suku Semende, Gumay, Besemah Ayik Keghuh (di kawasan Empat Lawang),Kikim, Palas Pasemah (di Lampung), Kedurang (di Bengkulu) dan beberapa suku-suku lainnya.
Ada ilustrasi menarik tentang kawasan Besemah yang pernah dituliskan oleh JSG Grambreg, seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda (1865).
Barang siapa yang mendaki Bukit Barisan dari arah Bengkulu. kemudian menjejakkan kaki di tanah kerajaan Palembang yang begitu luas; dan barang siapa yang melangkahkan kakinya dari arah utara Ampat Lawang (negeri empat gerbang) menuju ke dataran Lintang yang indah, sehingga ia mencapai kaki sebelah Barat Gunung Dempo, maka sudah pastilah ia di negeri orang Pasemah.
Jika ia berjalan mengelilingi kaki gunung berapi itu, maka akan tibalah ia di sisi timur dataran tinggi yang luas yang menikung agak ke arah Tenggara, dan jika dari situ ia berjalan terus lebih ke arah Timur lagi hingga dataran tinggi itu berakhir pada sederetan pengunungan tempat, dari sisi itu, terbentuk perbatasan alami antara negeri Pasemah yang merdeka dan wilayah kekuasaan Hindia Belanda.
Dari kutipan itu tampak bahwa saat itu wilayah Pasemah masih belum masuk dalam jajahan Hindia Belanda. Operasi-operasi militer Belanda untuk menaklukkan Pasemah sendiri berlangsung lama, dari 1821 sampai 1867.
Penulis sejarah Palembang, Johan Hanafiah, dalam sekapur sirih buku Sumatra Selatan Melawan Penjajah Abad 19, menyebutkan bahwa perlawanan orang Pasemah (Besemah) dan sekitarnya ini adalah perlawanan terpanjang dalam sejarah perjuangan di Sumatera Selatan abad 19, berlangsung hampir 50 tahun lamanya.
Ditulis oleh Johan pada awalnya orang-orang luas, khususnya orang Eropa, tidak mengenali siapa sebenarnya orang-orang Pasemah. Orang Inggris, seperti Thomas Stamford Rafless yang pahlawan perang Inggris melawan Belanda di Jawa (1811) dan terakhir mendapat kedudukan di Bengkulu dengan pangkat besar (1817-1824) menyebutnya dengan Passumah. Namun kesan yang dimunculkan adalah bahwa orang-orang Passumah ini adalah orang-orang yang liar.
Dalam The British History in West Sumatra yang ditulis oleh John Bastin, disebutkan bahwa bandit-bandit yang tidak tahu hukum (lawless) dan gagah berani dari tanah Passumah pernah menyerang distrik Manna tahun 1797. Disebutkan pula bahwa pada tahun 1818, Inggris mengalami dua malapetaka di daerah-daerah Selatan yakni perang dengan orang-orang Passumah dan kematian-kematian karena penyakit cacar.
Pemakaian nama Passumah sebagaimana digunakan oleh orang Inggris tersebut rupanya sudah pernah pula muncul pada laporan orang Portugis jauh sebelumnya. Disebutkan dalam satu situs internet bahwa Portugis pernah mendarat di Pacem atau Passumah (Puuek, Pulau Sumatra) pada bulan Mei 1524. Namun, dari korespondensi pribadi dengan Marco Ramerini dan Barbara Watson Andaya, diperoleh konfirmasi bahwa yang dimaksudkan dalam laporan Portugis itu adalah Aceh, bukan Pasemah seperti yang dikenal ada di Sumatra Selatan sekarang.
Tapi darimanakah orang-orang Besemah ini sebenarnya ? hingga sekarang penelusuran dari persfektif historis masih diliputi kabut rahasia. Namun yang jelas, jauh berabad-abad sebelum hadirnya mitos Atung Bungsu, di tanah Besemah, dilereng Gunung Dempo dan daerah sekitarnya, telah ada masyarakat yang memiliki kebudayaan tradisi megalitikum.
Bukti-bukti budaya megalitik ditanah Besemah sampai sekarang masih ada. Tetapi permasalahannya, apakah jeme Besemah Sekarang ini adalah keturunan dari Pendukung budaya megalitik tersebut ?
Yang jelas, temuan-temuan peradaban masa purba di kawasan ini belum berhenti dan makin meluas. Menurut arkeolog, kawasan megalitikum yang berada di sekitar Gunung Dempo (Dempu, atau yang diempu) adalah kawasan megaltitik yang berumur sekitar 3000-5000 tahun sebelum masehi dan terluas di Nusantara.

By. Pagar Alam Online

Senin, 06 Februari 2017

Sejarah Pagar Alam sebagai Kota Perjuangan bertitik tolak pada masa Penjajahan Jepang, dengan didirikannya Sekolah Pendidikan Perwira Militer Jepang yang disebut GIYUGUN di Pagar Alam. Melalui sekolah ini telah banyak melahirkan Pemuda-pemuda Indonesia yang akhirnya menjadi Tunas-tunas Pejuang Kemerdekaan Indonesia, yang pada tanggal 20 Agustus 1945 meletakkan momentum bersejarah dengan mengibarkan Bendera Merah Putih di Ibukota Pagar Alam.
Pada bulan Oktober 1945 terbentuklah Pemerintahan Kewedanaan Tanah Pasemah yang membawahi 4 (empat) kecamatan yaitu Kecamatan Pagar Alam (sebagai Ibukota Kewedanaan), Kecamatan Tanjung Sakti, Kecamatan Jarai dan Kecamatan Kota Agung. Pemerintahan Kewedanaan Tanah Pasemah merupakan bagian dari Wilayah Kabupaten Lahat. Diberbagai tempat di Pagar Alam pada kurun waktu tahun 1945 - 1949 telah terjadi pertempuran antara Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia dengan Tentara  Jepang dan Belanda untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan, yang mengakibatkan banyak pejuang gugur sebagai kusuma bangsa.

A.     Pagar Alam sebagai Kota Administratif

Sejarah Kota Pagar Alam sebagai Kota Administratif terinspirasi dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1963 tentang Penghapusan Keresidenan dan Kewedanaan, maka secara otomatis tidak ada lagi Pemerintahan Kewedanaan Tanah Pasemah, namun melahirkan Pagar Alam menjadi Kecamatan Pagar Alam. Didorong jiwa untuk memajukan dan membangun Pagar Alam, para Tokoh dan Pemuka Masyarakat di seluruh eks Kewedanaan Tanah Pasemah pada Tahun 1966 berkeinginan untuk mengusulkan kepada Pemerintah agar dibentuk Kabupaten Besemah, namun karena situasi dan kondisi pada waktu itu Pemerintah Pusat belum memberikan kemungkinan adanya pengembangan Daerah Tingkat II sehingga maksud tersebut tidak dapat dilanjutkan.
Pada awal Tahun 1987 masyarakat Kecamatan Pagar Alam kembali bertekad untuk mengusulkan kepada Pemerintah agar Kecamatan Pagar Alam dapat ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administratif, maka melalui Panitia Lokal yang telah terbentuk mengajukan permohonan melalui surat tertanggal 15 April 1987 yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri di Jakarta yang didukung oleh Camat Pagar Alam dengan Surat tertanggal 2 Mei 1987 Nomor : 138/340/1987. Kemudian secara berturut-turut mendapat dukungan dari DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Lahat, melalui Surat tanggal 6 Juni 1987 Nomor : 135/05/1987 dan dukungan dari Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Selatan dengan Surat tanggal 31 Agustus 1987 Nomor : 132/035/1987.
Selanjutnya proses demi proses diikuti dengan seksama sampai akhirnya lahirlah Kota Pagar Alam sebagai Kota Administratif dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1991 tentang Pembentukan Kota Administratif Pagar Alam, dan Pemekaran Wilayah Kecamatan Pagar Alam menjadi 4 (empat) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Pagar Alam Utara, Kecamatan Pagar Alam Selatan, Kecamatan Dempo Utara dan Kecamatan Dempo Selatan. Pada tanggal 15 Januari 1992 Menteri Dalam Negeri meresmikan Kota Pagar Alam sebagai Kota Administratif dan melantik Drs. Musrin Yasak sebagai Walikota Administratif Pagar Alam yang pertama.

B.    Pagar Alam sebagai Daerah Otonom

Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah membawa warna dan angin segar bagi masyarakat Kota Administratif Pagar Alam, karena Undang-Undang tersebut menetapkan bahwa Kota Administratif ditingkatkan statusnya menjadi Kota Otonom. Kesempatan yang luar biasa ini dimanfaatkan dengan sangat baik oleh masyarakat Kota Administratif Pagar Alam dengan dukungan Tokoh Masyarakat, Organisasi Politik dan Organisasi Kemasyarakatan, serta seluruh komponen masyarakat berkeinginan kuat untuk menjadikan Kota Administratif Pagar Alam ditingkatkan statusnya menjadi Kota Otonom Pagar Alam. Aspirasi masyarakat Kota Administratif Pagar Alam tersebut mendapat dukungan dari Bupati Lahat, DPRD Kabupaten Lahat, Gubernur Sumatera Selatan dan DPRD Provinsi Sumatera Selatan.
Setelah melalui perjuangan yang cukup menyerap pikiran dan tenaga, akhirnya pada tanggal 21 Juni 2001 DPR RI menetapkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Pagar Alam, yang diresmikan pada tanggal 17 Oktober 2001 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia. Mengingat tanggal 21 Juni tersebut mengandung makna dan kekuatan yuridis formal sebagai tonggak lahirnya Kota Pagar Alam, maka tanggal 21 Juni ditetapkan dan diabadikan sebagai hari jadi Kota Pagar Alam. Selanjutnya pada tanggal 12 November 2001 Gubernur Sumatera Selatan atas nama Menteri Dalam Negeri melantik Drs. H. Djazuli Kuris sebagai Penjabat Walikota Pagar Alam.
Kemudian pada tanggal 7 Januari 2002 Penjabat Walikota Pagar Alam melaksanakan Pelantikan Perdana Perangkat Pemerintah Kota Pagar Alam. Dan pada tanggal 4 November 2002 dilaksanakan peresmian Anggota DPRD Kota Pagar Alam, dengan tugas pokok pertama melaksanakan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Pagar Alam Defenitif Perdana pada tanggal 3 Februari 2003. Dalam proses demokrasi tersebut terpilih pasangan Drs. H. Djazuli Kuris sebagai Walikota Pagar Alam dan Dr. Budiarto Marsul, SE, M.Si sebagai Wakil Walikota Pagar Alam periode 2003-2008, yang Pelantikannya dilakukan oleh Gubernur Sumatera Selatan pada tanggal 5 Maret 2003 dengan menetapkan visi mewujudkan Kota Pagar Alam sebagai Kota Agrobisnis dan Pariwisata yang bernuansa Islami pada Tahun 2010.
PETA KOTA PAGARALAM
Gambar 1. Peta Kota Pagar Alam

PETA TATA RUANG KOTA PAGAR ALAM
 Gambar 2. Peta Tata Ruang Kota Pagar Alam
C.    Letak Geografis

Secara geografis Kota Pagar Alam berada pada posisi 4° Lintang Selatan (LS) dan 103,15° Bujur Timur (BT). Sebagai salah satu Kota di Provinsi Sumatera Selatan, Pagar Alam terletak sekitar 298 Km dari Kota Palembang (Ibu Kota Provinsi) serta berjarak 60 Km di sebelah barat daya Kabupaten Lahat. Letak Kota ini dapat dikatakan persis didalam Wilayah Kabupaten Lahat, sehingga semua batas wilayah berbatasan dengan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Lahat. Kota Pagar Alam juga diapit oleh Kabupaten lainnya  yaitu Kabupaten Lahat, Muara Enim dan Provinsi Bengkulu. Luas wilayah Kota Pagar Alam adalah sebesar 0,73 persen dari total luas Provinsi Sumatera Selatan.
Batas daerah Kota Pagar Alam adalah :
vSebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pajar Bulan Kabupaten Lahat
v  Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Bengkulu
vSebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Sakti Kabupaten Lahat
vSebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kota Agung Kabupaten Lahat dan Kabupaten Muara Enim
Tabel 1. Wilayah Kota Pagar Alam secara keseluruhan
Kecamatan
Kelurahan
1.    Kecamatan Pagar Alam Utara

1.    Kelurahan Dempo Makmur
2.    Kelurahan Bangun Rejo
3.    Kelurahan Kuripan Babas
4.    Kelurahan Selibar
5.    Kelurahan Alun Dua
6.    Kelurahan Beringin Jaya
7.    Kelurahan Pagar Alam
8.    Kelurahan Sukorejo
9.    Kelurahan Bangun Jaya
10.Kelurahan Curup Jare
2.    Kecamatan Pagar Alam Selatan
1.    Kelurahan Gunung Dempo
2.    Kelurahan Nendagung
3.    Kelurahan Sidorejo
4.    Kelurahan Tebat Giri Indah
5.    Kelurahan Tumbak Ulas
6.    Kelurahan Tanjung Agung
7.    Kelurahan Ulu Rurah
8.    Kelurahan Besemah Serasan
3.    Kecamatan Dempo Utara
1.    Kelurahan Agung Lawangan
2.    Kelurahan Bumi Agung
3.    Kelurahan Pagar Wangi
4.    Kelurahan Jangkar Mas
5.    Kelurahan Burung Dinang
6.    Kelurahan Muara Siban
7.    Kelurahan Rebah Tinggi
4.    Kecamatan Dempo Selatan
1.    Kelurahan Kance Diwe
2.    Kelurahan Atung Bungsu
3.    Kelurahan Prahu Dipo
4.    Kelurahan Penjalang
5.    Kelurahan Lubuk Buntak
5.    Kecamatan Dempo Tengah
1.    Kelurahan Pelang Kenidai
2.    Kelurahan Padang Temu
3.    Kelurahan Karang Dalo
4.    Kelurahan Jokoh
5.    Kelurahan Candi Jaya
         Sumber : Data SIAK Kota Pagar Alam Tahun 2013, diolah

Dari data diatas, diketahui bahwa Kota Pagar Alam memiliki Luas Wilayah ± 63,366 Ha (633,66 Km²), dengan luas wilayah Kecamatan Pagar Alam Utara 55,47 Km, Kecamatan Pagar Alam Selatan 63,17 Km, Kecamatan Dempo Utara 123,93 Km, Kecamatan Dempo Selatan 247,09 Km dan Kecamatan Dempo Tengah 144 Km, yang terbagi menjadi 5 (lima) Kecamatan dan 35 (tiga puluh lima) Kelurahan.
 Jumlah Penduduk berdasarkan Kecamatan dan Jenis Kelamin Kota Pagar Alam, 2013
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kota Pagar Alam Tahun 2013
Kecamatan
Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk
Lk
Pr
Lk + Pr
PAGAR ALAM UTARA
24.953
23.907
48.860
48.860
PAGAR ALAM SELATAN
28.709
27.789
56.498
56.498
DEMPO UTARA
12.501
11.628
24.129
24.129
DEMPO SELATAN
7.307
6.694
14.001
14.001
DEMPO TENGAH
8.144
7.492
15.636
15.636
Kota Pagar Alam
81.614
77.510
159.124
159.124
Sumber : Data SIAK Kota Pagar Alam Tahun 2013, diolah

Dari data diatas, dapat diketahui bahwa penduduk yang paling padat berada di Kecamatan Pagar Alam Selatan dengan penduduk mencapai 56.498jiwa, diikuti Kecamatan Pagar Alam Utara sebanyak 48.860 jiwa, Kecamatan Dempo Utara sebanyak 24.129 jiwa, Kecamatan Dempo Tengah sebanyak 15.636 jiwa, sedangkan penduduk yang paling rendah kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Dempo Selatan yang mencapai 14.001jiwa.

D.    Keadaan Iklim

Kota Pagar Alam merupakan kawasan puncak bagi Provinsi Sumatera Selatan karena seluruh wilayah Kota Pagar Alam merupakan daerah bukan pesisir dengan topografi wilayah yang berbukit-bukit dan dikelilingi oleh pegunungan Bukit Barisan. Puncak tertinggi dari barisan tersebut adalah Gunung Dempo yang mencapai 3.173 mdpl.
Berdasarkan pengamatan dari Pos pengamatan Gunung Api Dempo Kota Pagar Alam, diketahui bahwa suhu udara minimum di Kota Pagar Alam adalah 19 °C sedangkan suhu maksimum adalah 30 °C dengan jumlah hujan terbanyak terjadi pada Bulan Februari yaitu 25 hari dan rata-rata suhu udara tertinggi terjadi pada Bulan September dan Oktober.

E.     Keadaan Tanah


 Sebagian besar keadaan tanah di Kota Pagar Alam berasal dari jenis Latosol dan Andosol dengan bentuk permukaan bergelombang sampai berbukit. Jika dilihat dari kelasnya tanah didaerah ini pada umumnya adalah tanah kelas 1 (satu) yang mengandung kesuburan yang tinggi, hal ini terbukti dengan Daerah Kota Pagar Alam merupakan daerah penghasil sayur-mayur, buah-buahan dan merupakan salah satu Sub Terminal Agribisnis (STA) di Provinsi Sumatera Selatan. Ketinggian tanah dari permukaan laut sangat bervariasi yaitu mulai dari 100 m sampai >1000 m, akan tetapi sebagian besar ketinggian dari permukaan laut lebih dari 1000 m.

Minggu, 04 Desember 2016

Siape saje ye ade cerite dusun, kebudayaan nga nenek moyang
Disampaikah saje amngke same-same keruan

Terlahir dari anak umak nga bak
Bak    : Syaipul Anwar
Umak : Hasana Wati
Cucu  : Doni